Selama ini hanya diajarkan secara lisan. Sangat rentan terhilang.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti, perwakilan dari UNESCO, serta Cita Tenun Indonesia hari ini mengumumkan sudah diterimanya usulan agar tenun ikat Sumba dikukuhkan dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda 2013 ke UNESCO sekitar 10 hari lalu.

Dalam siaran kepada pers disebutkan, tenun ikat Sumba diusulkan untuk dimasukkan ke kategori "Need of Urgent Safeguarding" atau dengan kata lain, butuh cepat untuk dikukuhkan, bukan dalam daftar representative list.

Tenun Ikat Sumba dipilih sebagai warisan budaya tak benda dalam kategori tersebut karena beberapa hal, yakni;
1. Perkembangan tenun ikat Sumba bertumpu pada perempuan sebagai penerus ilmu adati (indigenous knowledge). Transmisi pengetahuan mengenai tenun diturunkan dengan metode sepanjang hayat dengan cara lisan (oral) dari ibu kepada putrinya.

Tak banyak literatur yang mengekalkan proses tradisional pembuatan kain tenun ikat Sumba. Hal ini membuat masyarakat di luar pulau Sumba minim pengetahuan mengenai keberadaan jenis tenun ini.

Pada dasarnya, menenun kain ikat Sumba tidak hanya mengenai teknik pembuatan, tetapi juga menyangkut relasi sosial dan adat dalam masyarakat Sumba itu.

2. "Biasanya diajarkan secara oral, namun, saat ini masyarakat muda di sana kebanyakan memilih untuk keluar dari kota-kotanya. Mereka tidak meneruskan kegiatan menenun dari orangtuanya," kata Okke Hatta Rajasa, Ketua Cita Tenun Indonesia, usai konferensi pers mengenai pengajuan usul tenun ikat Sumba dalam Warisan Budaya Tak Benda Unesco 2013 yang digelar di Kemendikbud, hari ini.

3. Sampai saat ini belum ada muatan lokal dalam kurikulum resmi pendidikan formal umum di NTT tentang tenun. Belum pula ada sekolah yang memuat bidang tenun di daerah terkait. Hal ini menjadi hal yang disayangkan oleh para generasi tua di Pulau Sumba.

Asumsinya, dengan banyak penambahan pengetahuan tentang menenun kepada masyarakat lokal, anak-anak di pulau tersebut bisa mempelajari sejarah dan budaya tenun ikat Sumba, tidak bergantung pada dongeng-dongeng dari orangtua saja.

4. Institusi sosial tenun dalam masyarakat masih sangat sederhana dan kurang berperan dalam menjalankan fungsinya sebagai wadah dalam mengembangkan dan melestarikan tenun menjadi ancaman lain bagi keberlangsungan tenun ikat Sumba.

Lemahnya institusi masyarakat ini menyebabkan aktivitas menenun dilakukan secara individual. Hal ini terjadi karena masyarakat Sumba tidak memandang tenun sebagai mata pencaharian, melainkan bagian dari tradisi, karena itu, tingkat kepedulian masyarakat tentang tenun menurun dan terbatas sebagai pelengkap kebutuhan tradisi adat istiadat masyarakat Sumba.

5. Tenun di NTT juga manifestasi sistem sosial masyarakat. Dalam tenun tertentu, tampak struktur pengetahuan mereka dalam memahami dunianya (kosmologi). Motif tenun tertentu menyimbolkan hirarki sosial dalam masyarakat mereka. Tenun juga merupakan media dalam bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan tertentu.